BAB IV
PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR
Pasal 26
1. Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya
air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan
pada setiap wilayah sungai.
2. Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber
daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan
pokok kehidupan masyarakat secara adil.
3. Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
4. Pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan secara terpadu dan adil,
baik antarsektor, antarwilayah maupun antarkelompok masyarakat dengan
mendorong pola kerja sama.
5. Pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan antara air
hujan, air permukaan, dan air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan.
6. Setiap orang berkewajiban menggunakan air sehemat mungkin.
7. Pendayagunaan sumber daya air dilakukan dengan mengutamakan fungsi
sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat
air membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya air dan dengan
melibatkan peran masyarakat.
Pasal 27
1. Penatagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan
peruntukan air pada sumber air.
2. Penetapan zona pemanfaatan sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau perubahan rencana
tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai yang bersangkutan.
3. Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:
a. mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;
b. menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis
hidrologis;
c. memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan
sumber air;
d. memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;
e. melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan;
dan
f. memperhatikan fungsi kawasan.
4.Ketentuan dan tata cara penetapan zona sumber air diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 28
1. Penetapan peruntukan air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) pada setiap wilayah sungai dilakukan dengan
memperhatikan:
a. daya dukung sumber air;
b. jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;
c. perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan
d. pemanfaatan air yang sudah ada.
2. Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pengawasan pelaksanaan
ketentuan peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3.Ketentuan mengenai penetapan peruntukan air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 29
1. Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi
berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas.
2. Penyediaan sumber daya air dalam setiap wilayah sungai dilaksanakan
sesuai dengan penatagunaan sumber daya air yang ditetapkan untuk
memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaan,
industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman
hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika, serta
kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
3. Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi
pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas
utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan.
4. Urutan prioritas penyediaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.
5. Apabila penetapan urutan prioritas penyediaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) menimbulkan kerugian bagi pemakai sumber daya
air, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib mengatur kompensasi kepada
pemakainya.
6. Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
direncanakan dan ditetapkan sebagai bagian dalam rencana pengelolaan
sumber daya air pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangan-nya.
Pasal 30
1. Penyediaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan
sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai .
2. Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengambil tindakan penyediaan
sumber daya air untuk memenuhi kepentingan yang mendesak berdasarkan
perkembangan keperluan dan keadaan setempat.
Pasal 31
Ketentuan mengenai penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 dan Pasal 30 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 32
1. Penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai
media dan/atau materi.
2. Penggunaan sumber daya air dilaksanakan sesuai penatagunaan dan
rencana penyediaan sumber daya air yang telah ditetapkan dalam rencana
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
3.Penggunaan air dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan pokok seharihari,
sosial, dan pertanian rakyat dilarang menimbulkan kerusakan pada
sumber air dan lingkungannya atau prasarana umum yang bersangkutan.
4. Penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang
dilakukan melalui prasarana sumber daya air harus dengan persetujuan dari
pihak yang berhak atas prasarana yang bersangkutan.
5. Apabila penggunaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata
menimbulkan kerusakan pada sumber air, yang bersangkutan wajib
mengganti kerugian.
6. Dalam penggunaan air, setiap orang atau badan usaha berupaya
menggunakan air secara daur ulang dan menggunakan kembali air.
7.Ketentuan mengenai penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 33
Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengatur
dan menetapkan penggunaan sumber daya air untuk kepentingan konservasi,
persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber
daya air.
Pasal 34
1. Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) pada wilayah sungai ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan
fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah
tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertahanan, pertambangan,
ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya.
2. Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup.
3. Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air dan
rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan dengan
mempertimbangkan:
a. daya dukung sumber daya air ;
b. kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat ;
c. kemampuan pembiayaan; dan
d. kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.
4. Pelaksanaan pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan melalui konsultasi publik, melalui tahapan survei,
investigasi, dan perencanaan, serta berdasarkan pada kelayakan teknis,
lingkungan hidup, dan ekonomi.
5. Potensi dampak yang mungkin timbul akibat dilaksanakannya pengembangan
sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditangani
secara tuntas dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait pada tahap
penyusunan rencana.
Pasal 35
Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
meliputi:
a. air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya;
b. air tanah pada cekungan air tanah;
c. air hujan; dan
d. air laut yang berada di darat.
Pasal 36
1. Pengembangan air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air
permukaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a
dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik dan fungsi sumber air yang bersangkutan.
2. Ketentuan mengenai pengembangan sungai, danau, rawa, dan sumber air
permukaan lainnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 38
1. Pengembangan fungsi dan manfaat air hujan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf c dilaksanakan dengan mengembangkan teknologi modifikasi
cuaca.
2. Badan usaha dan perseorangan dapat melaksanakan pemanfaatan awan
dengan teknologi modifikasi cuaca setelah memperoleh izin dari Pemerintah.
3. Ketentuan mengenai pemanfaatan awan untuk teknologi modifikasi cuaca
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 39
1. Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dilakukan dengan
memperhatikan fungsi lingkungan hidup.
2. Badan usaha dan perseorangan dapat menggunakan air laut yang berada di
darat untuk kegiatan usaha setelah memperoleh izin pengusahaan sumber
daya air dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
3. Ketentuan mengenai pemanfaatan air laut yang berada di darat diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 40
1. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan pengembangan sistem
penyediaan air minum.
2. Pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
3. Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah merupakan
penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum.
4. Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.
5. Pengaturan terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum bertujuan
untuk :
a. terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas
dengan harga yang terjangkau;
b. tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia
jasa pelayanan; dan
c. meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.
6. Pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diselenggarakan
secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d.
7. Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan sistem penyediaan air
minum dan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6),
Pemerintah dapat membentuk badan yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada menteri yang membidangi sumber daya air.
8. Ketentuan pengembangan sistem penyediaan air minum, badan usaha milik
negara dan/atau badan usaha milik daerah penyelenggara pengembangan
sistem penyediaan air minum, peran serta koperasi, badan usaha swasta,
dan masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan
air minum, dan pembentukan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 41
1. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi.
2. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan
tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah dengan ketentuan:
a. pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas provinsi
menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah;
b. pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas
kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
provinsi;
c. pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder yang utuh pada
satu kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab
pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.
3. Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab
perkumpulan petani pemakai air.
4. Pengembangan sistem irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat.
5. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dapat dilakukan oleh
perkumpulan petani pemakai air atau pihak lain sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuannya.
6. Ketentuan mengenai pengembangan sistem irigasi diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 42
1. Pengembangan sumber daya air untuk industri dan pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan air baku dalam proses pengolahan dan/atau eksplorasi.
2. Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk industri dan
pertambangan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 43
1. Pengembangan sumber daya air untuk keperluan ketenagaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dapat dilakukan untuk memenuhi
keperluan sendiri dan untuk diusahakan lebih lanjut.
2.Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk ketenagaan
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 44
1. Pengembangan sumber daya air untuk perhubungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dapat dilakukan pada sungai, danau, waduk, dan
sumber air lainnya.
2. Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air sebagai jaringan
prasarana angkutan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 45
1.Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan memperhatikan
fungsi sosial dan kelestarian lingkungan hidup.
2. Pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu wilayah sungai
hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah di bidang pengelolaan sumber daya air atau kerja sama antara
badan usaha milik negara dengan badan usaha milik daerah.
3. Pengusahaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau kerja sama antar
badan usaha berdasarkan izin pengusahaan dari Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.
4. Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbentuk:
a. penggunaan air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang
ditentukan dalam perizinan;
b. pemanfaatan wadah air pada suatu lokasi tertentu sesuai
persyaratan yang ditentukan dalam perizinan; dan/atau
c. pemanfaatan daya air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan
yang ditentukan dalam perizinan.
Pasal 46
1. Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya,
mengatur dan menetapkan alokasi air pada sumber air untuk pengusahaan
sumber daya air oleh badan usaha atau perseorangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
2. Alokasi air untuk pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus didasarkan pada rencana alokasi air yang ditetapkan dalam
rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
3. Alokasi air untuk pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam izin pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah atau
pemerintah daerah.
4. Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air belum ditetapkan, izin
pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai ditetapkan berdasarkan
alokasi air sementara.
Pasal 47
1. Pemerintah wajib melakukan pengawasan mutu pelayanan atas:
a. badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber
daya air; dan
b. badan usaha lain dan perseorangan sebagai pemegang izin pengusahaan sumber daya air.
2. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memfasilitasi pengaduan
masyarakat atas pelayanan dari badan usaha dan perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Badan usaha dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
ikut serta melakukan kegiatan konservasi sumber daya air dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
4. Rencana pengusahaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik.
Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan mendorong
keikutsertaan usaha kecil dan menengah.
Pasal 48
1. Pengusahaan sumber daya air dalam suatu wilayah sungai yang dilakukan
dengan membangun dan/atau menggunakan saluran distribusi hanya dapat
digunakan untuk wilayah sungai lainnya apabila masih terdapat ketersediaan
air yang melebihi keperluan penduduk pada wilayah sungai yang
bersangkutan.
2. Pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
bersangkutan.
Pasal 49
1. Pengusahaan air untuk negara lain tidak diizinkan, kecuali apabila
penyediaan air untuk berbagai kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (2) telah dapat terpenuhi.
2. Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
yang bersangkutan, serta memperhatikan kepentingan daerah di sekitarnya.
3. Rencana pengusahaan air untuk negara lain dilakukan melalui proses
konsultasi publik oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya.
4. Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) wajib mendapat izin dari Pemerintah berdasarkan rekomendasi dari
pemerintah daerah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
Ketentuan mengenai pengusahaan sumber daya air diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Senin, 03 Oktober 2011
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR (BAG_4)
Senin, Oktober 03, 2011
Engineering Site
No comments
0 komentar:
Posting Komentar