Senin, 03 Oktober 2011

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR (BAG_5)

BAB V
PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

Pasal 51

1. Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup
upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.


2. Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian
daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola
pengelolaan sumber daya air.


3. Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat.


4. Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta pengelola sumber
daya air wilayah sungai dan masyarakat.

Pasal 52


Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya daya rusak air.

Pasal 53

1. Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan baik
melalui kegiatan fisik dan/atau nonfisik maupun melalui penyeimbangan hulu
dan hilir wilayah sungai.



2. Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih diutamakan pada
kegiatan nonfisik.


3. Pilihan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh
pengelola sumber daya air yang bersangkutan.


4.Ketentuan mengenai pencegahan kerusakan dan bencana akibat daya rusak
air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 54



1. Penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(1) dilakukan dengan mitigasi bencana.


2. Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
terpadu oleh instansi terkait dan masyarakat melalui suatu badan koordinasi
penanggulangan bencana pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota.


3.Ketentuan mengenai penanggulangan kerusakan dan bencana akibat daya
rusak air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 55



1. Penanggulangan bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional
menjadi tanggung jawab Pemerintah.
2. Bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional ditetapkan dengan
keputusan presiden.

Pasal 56



Dalam keadaan yang membahayakan, gubernur dan/atau bupati/walikota
berwenang mengambil tindakan darurat guna keperluan penanggulangan daya
rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1).

Pasal 57

1. Pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup dan sistem
prasarana sumber daya air.


2. Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab
Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, dan masyarakat.


3. Ketentuan mengenai pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



Pasal 58

1. Pengendalian daya rusak air dilakukan pada sungai, danau, waduk dan/atau
bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air hujan, dan air laut
yang berada di darat.


2. Ketentuan mengenai pengendalian daya rusak air pada sungai, danau,
waduk dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air
hujan, dan air laut yang berada di darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB VI
PERENCANAAN

Pasal 59

1. Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk menghasilkan
rencana yang berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.



2. Perencanaan pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasar-kan asas
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.



3. Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan pola
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.


4. Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu unsur dalam
penyusunan, peninjauan kembali, dan/atau penyempur-naan rencana tata
ruang wilayah.

Pasal 60

1. Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur
dan persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar
perencanaan yang berlaku secara nasional yang mencakup inventarisasi
sumber daya air, penyusunan, dan penetapan rencana pengelolaan sumber
daya air.


2. Ketentuan mengenai prosedur dan persyaratan perencanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 61

1. Inventarisasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(1) dilakukan pada setiap wilayah sungai di seluruh wilayah Indonesia.


2. Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
terkoordinasi pada setiap wilayah sungai oleh pengelola sumber daya air
yang bersangkutan.


3. Pelaksanaan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan oleh pihak lain berdasarkan ketentuan dan tata cara yang
ditetapkan.


4. Pengelola sumber daya air wajib memelihara hasil inventarisasi dan
memperbaharui data sesuai dengan perkembangan keadaan.


5. Ketentuan mengenai inventarisasi sumber daya air diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

Pasal 62

1. Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (3) pada setiap wilayah sungai dilaksanakan secara
terkoordinasi oleh instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya
dengan mengikutsertakan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber
daya air.


2. Instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya mengumumkan
secara terbuka rancangan rencana pengelolaan sumber daya air kepada masyarakat.

4. Masyarakat berhak menyatakan keberatan terhadap rancangan rencana
pengelolaan sumber daya air yang sudah diumumkan dalam jangka waktu
tertentu sesuai dengan kondisi setempat.


5. Instansi yang berwenang dapat melakukan peninjauan kembali terhadap
rancangan rencana pengelolaan sumber daya air atas keberatan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


6. Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air ditetapkan oleh instansi
yang berwenang untuk menjadi rencana pengelolaan sumber daya air.


7. Rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dirinci ke
dalam program yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air oleh
instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat.


8. Ketentuan mengenai perencanaan pengelolaan sumber daya air diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB VII
PELAKSANAAN KONSTRUKSI, OPERASI DAN PEMELIHARAAN

Pasal 63

1. Pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dilakukan berdasarkan
norma, standar, pedoman, dan manual dengan memanfaatkan teknologi dan
sumber daya lokal serta mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan
keberlanjutan fungsi ekologis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


2. Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan pelaksanaan
konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma,
standar, pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


3. Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan pelaksanaan
konstruksi pada sumber air wajib memperoleh izin dari Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.



4. Pelaksanaan konstruksi prasarana dan sarana sumber daya air di atas tanah
pihak lain dilaksanakan setelah proses ganti kerugian dan/atau kompensasi
kepada pihak yang berhak diselesaikan sesuai dengan peraturan perundangundangan.


5. Ketentuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.

Pasal 64

1. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air terdiri atas
pemeliharaan sumber air serta operasi dan pemeliharaan prasarana sumber
daya air.


2. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi untuk
menjamin kelestarian fungsi dan manfaat sumber daya air.


3. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, atau pengelola sumber daya air sesuai
dengan kewenangannya.


4. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air yang
dibangun oleh badan usaha, kelompok masyarakat, atau perseorangan
menjadi tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang membangun.


5. Masyarakat ikut berperan dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi ditetapkan:

  a. pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan
sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya,
  b. pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier
menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat petani pemakai air.

6. Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air.


7. Ketentuan mengenai operasi dan pemeliharaan sumber daya air diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB VIII
SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR


Pasal 65

1. Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan pemerintah
daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi sumber daya air sesuai dengan kewenangannya.


2. Informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
informasi mengenai kondisi hidrologis, hidrome-teorologis, hidrogeologis,
kebijakan sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber
daya air, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan
sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air.

Pasal 66

1. Sistem informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
ayat (1) merupakan jaringan informasi sumber daya air yang tersebar dan
dikelola oleh berbagai institusi.


2. Jaringan informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang
sumber daya air.


3. Pemerintah dan pemerintah daerah dapat membentuk unit pelaksana teknis
untuk menyelenggarakan kegiatan sistem informasi sumber daya air.

Pasal 67


1. Pemerintah dan pemerintah daerah serta pengelola sumber daya air, sesuai
dengan kewenangannya, menyediakan informasi sumber daya air bagi
semua pihak yang berkepentingan dalam bidang sumber daya air.


2. Untuk melaksanakan kegiatan penyediaan informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), seluruh instansi Pemerintah, pemerintah daerah, badan
hukum, organisasi, dan lembaga serta perseorangan yang melaksanakan
kegiatan berkaitan dengan sumber daya air menyampaikan laporan hasil
kegiatannya kepada instansi Pemerintah dan pemerintah daerah yang
bertanggung jawab di bidang sumber daya air.


3. Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, badan hukum,
organisasi, lembaga dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) bertanggung jawab menjamin keakuratan, kebenaran, dan
ketepatan waktu atas informasi yang disampaikan.

Pasal 68


1. Untuk mendukung pengelolaan sistem informasi sumber daya air diperlukan
pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-teorologi, dan hidrogeologi
wilayah sungai pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.


2. Kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-teorologi, dan
hidrogeologi ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan usul Dewan Sumber
Daya Air Nasional.


3. Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan pengelola sumber daya air sesuai dengan
kewenangannya.


4. Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui kerja sama
dengan pihak lain.

Pasal 69


Ketentuan mengenai sistem informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68 diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR (BAG_4)

BAB IV
PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR

Pasal 26

1. Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya
air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan
pada setiap wilayah sungai.

2. Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber
daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan
pokok kehidupan masyarakat secara adil.

3. Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

4. Pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan secara terpadu dan adil,
baik antarsektor, antarwilayah maupun antarkelompok masyarakat dengan
mendorong pola kerja sama.

5. Pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan antara air
hujan, air permukaan, dan air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan.

6. Setiap orang berkewajiban menggunakan air sehemat mungkin.

7. Pendayagunaan sumber daya air dilakukan dengan mengutamakan fungsi
sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat
air membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya air dan dengan
melibatkan peran masyarakat.

Pasal 27

1. Penatagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan
peruntukan air pada sumber air.

2. Penetapan zona pemanfaatan sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau perubahan rencana
tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai yang bersangkutan.

3. Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:
  a. mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;
  b. menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis
hidrologis;
  c. memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan
sumber air;
  d. memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;
  e. melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan;
dan
  f. memperhatikan fungsi kawasan.

4.Ketentuan dan tata cara penetapan zona sumber air diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.

Pasal 28

1. Penetapan peruntukan air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) pada setiap wilayah sungai dilakukan dengan
memperhatikan:
a. daya dukung sumber air;
b. jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;
c. perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan
d. pemanfaatan air yang sudah ada.

2. Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pengawasan pelaksanaan
ketentuan peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3.Ketentuan mengenai penetapan peruntukan air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 29

1. Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi
berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas.

2. Penyediaan sumber daya air dalam setiap wilayah sungai dilaksanakan
sesuai dengan penatagunaan sumber daya air yang ditetapkan untuk
memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaan,
industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman
hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika, serta
kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan.

3. Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi
pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas
utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan.

4. Urutan prioritas penyediaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.

5. Apabila penetapan urutan prioritas penyediaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) menimbulkan kerugian bagi pemakai sumber daya
air, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib mengatur kompensasi kepada
pemakainya.

6. Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
direncanakan dan ditetapkan sebagai bagian dalam rencana pengelolaan
sumber daya air pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangan-nya.

Pasal 30

1. Penyediaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan
sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai .

2. Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengambil tindakan penyediaan
sumber daya air untuk memenuhi kepentingan yang mendesak berdasarkan
perkembangan keperluan dan keadaan setempat.

Pasal 31

Ketentuan mengenai penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 dan Pasal 30 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 32

1. Penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai
media dan/atau materi.

2. Penggunaan sumber daya air dilaksanakan sesuai penatagunaan dan
rencana penyediaan sumber daya air yang telah ditetapkan dalam rencana
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.

3.Penggunaan air dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan pokok seharihari,
sosial, dan pertanian rakyat dilarang menimbulkan kerusakan pada
sumber air dan lingkungannya atau prasarana umum yang bersangkutan.

4. Penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang
dilakukan melalui prasarana sumber daya air harus dengan persetujuan dari
pihak yang berhak atas prasarana yang bersangkutan.

5. Apabila penggunaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata
menimbulkan kerusakan pada sumber air, yang bersangkutan wajib
mengganti kerugian.
6. Dalam penggunaan air, setiap orang atau badan usaha berupaya
menggunakan air secara daur ulang dan menggunakan kembali air.

7.Ketentuan mengenai penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 33

Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengatur
dan menetapkan penggunaan sumber daya air untuk kepentingan konservasi,
persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber
daya air.

Pasal 34

1. Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) pada wilayah sungai ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan
fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah
tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertahanan, pertambangan,
ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya.

2. Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup.

3. Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air dan
rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan dengan
mempertimbangkan:
  a. daya dukung sumber daya air ;
  b. kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat ;
  c. kemampuan pembiayaan; dan
  d. kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.

4. Pelaksanaan pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan melalui konsultasi publik, melalui tahapan survei,
investigasi, dan perencanaan, serta berdasarkan pada kelayakan teknis,
lingkungan hidup, dan ekonomi.

5. Potensi dampak yang mungkin timbul akibat dilaksanakannya pengembangan
sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditangani
secara tuntas dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait pada tahap
penyusunan rencana.

Pasal 35

Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
meliputi:
a. air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya;
b. air tanah pada cekungan air tanah;
c. air hujan; dan
d. air laut yang berada di darat.

Pasal 36

1. Pengembangan air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air
permukaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a
dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik dan fungsi sumber air yang bersangkutan.

2. Ketentuan mengenai pengembangan sungai, danau, rawa, dan sumber air
permukaan lainnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 38

1. Pengembangan fungsi dan manfaat air hujan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf c dilaksanakan dengan mengembangkan teknologi modifikasi
cuaca.

2. Badan usaha dan perseorangan dapat melaksanakan pemanfaatan awan
dengan teknologi modifikasi cuaca setelah memperoleh izin dari Pemerintah.

3. Ketentuan mengenai pemanfaatan awan untuk teknologi modifikasi cuaca
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 39

1. Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dilakukan dengan
memperhatikan fungsi lingkungan hidup.

2. Badan usaha dan perseorangan dapat menggunakan air laut yang berada di
darat untuk kegiatan usaha setelah memperoleh izin pengusahaan sumber
daya air dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

3. Ketentuan mengenai pemanfaatan air laut yang berada di darat diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 40

1. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan pengembangan sistem
penyediaan air minum.

2. Pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.

3. Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah merupakan
penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum.

4. Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.

5. Pengaturan terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum bertujuan
untuk :
  a. terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas
dengan harga yang terjangkau;
  b. tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia
jasa pelayanan; dan
  c. meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

6. Pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diselenggarakan
secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d.

7. Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan sistem penyediaan air
minum dan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6),
Pemerintah dapat membentuk badan yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada menteri yang membidangi sumber daya air.

8. Ketentuan pengembangan sistem penyediaan air minum, badan usaha milik
negara dan/atau badan usaha milik daerah penyelenggara pengembangan
sistem penyediaan air minum, peran serta koperasi, badan usaha swasta,
dan masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan
air minum, dan pembentukan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 41

1. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi.

2. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan
tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah dengan ketentuan:
  a. pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas provinsi
menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah;
  b. pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas
kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
provinsi;
  c. pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder yang utuh pada
satu kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab
pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.

3. Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab
perkumpulan petani pemakai air.

4. Pengembangan sistem irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat.

5. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dapat dilakukan oleh
perkumpulan petani pemakai air atau pihak lain sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuannya.

6. Ketentuan mengenai pengembangan sistem irigasi diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

Pasal 42

1. Pengembangan sumber daya air untuk industri dan pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan air baku dalam proses pengolahan dan/atau eksplorasi.

2. Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk industri dan
pertambangan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 43

1. Pengembangan sumber daya air untuk keperluan ketenagaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dapat dilakukan untuk memenuhi
keperluan sendiri dan untuk diusahakan lebih lanjut.

2.Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk ketenagaan
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 44

1. Pengembangan sumber daya air untuk perhubungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dapat dilakukan pada sungai, danau, waduk, dan
sumber air lainnya.

2. Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air sebagai jaringan
prasarana angkutan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 45

1.Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan memperhatikan
fungsi sosial dan kelestarian lingkungan hidup.

2. Pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu wilayah sungai
hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah di bidang pengelolaan sumber daya air atau kerja sama antara
badan usaha milik negara dengan badan usaha milik daerah.

3. Pengusahaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau kerja sama antar
badan usaha berdasarkan izin pengusahaan dari Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.

4. Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbentuk:
  a. penggunaan air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang
ditentukan dalam perizinan;
  b. pemanfaatan wadah air pada suatu lokasi tertentu sesuai
persyaratan yang ditentukan dalam perizinan; dan/atau
  c. pemanfaatan daya air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan
yang ditentukan dalam perizinan.

Pasal 46

1. Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya,
mengatur dan menetapkan alokasi air pada sumber air untuk pengusahaan
sumber daya air oleh badan usaha atau perseorangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).

2. Alokasi air untuk pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus didasarkan pada rencana alokasi air yang ditetapkan dalam
rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.

3. Alokasi air untuk pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam izin pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah atau
pemerintah daerah.

4. Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air belum ditetapkan, izin
pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai ditetapkan berdasarkan
alokasi air sementara.

Pasal 47
1. Pemerintah wajib melakukan pengawasan mutu pelayanan atas:
  a. badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber
daya air; dan
  b. badan usaha lain dan perseorangan sebagai pemegang izin pengusahaan sumber daya air.

2. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memfasilitasi pengaduan
masyarakat atas pelayanan dari badan usaha dan perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Badan usaha dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
ikut serta melakukan kegiatan konservasi sumber daya air dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.

4. Rencana pengusahaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik.
Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan mendorong
keikutsertaan usaha kecil dan menengah.

Pasal 48

1. Pengusahaan sumber daya air dalam suatu wilayah sungai yang dilakukan
dengan membangun dan/atau menggunakan saluran distribusi hanya dapat
digunakan untuk wilayah sungai lainnya apabila masih terdapat ketersediaan
air yang melebihi keperluan penduduk pada wilayah sungai yang
bersangkutan.

2. Pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
bersangkutan.

Pasal 49

1. Pengusahaan air untuk negara lain tidak diizinkan, kecuali apabila
penyediaan air untuk berbagai kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (2) telah dapat terpenuhi.

2. Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
yang bersangkutan, serta memperhatikan kepentingan daerah di sekitarnya.

3. Rencana pengusahaan air untuk negara lain dilakukan melalui proses
konsultasi publik oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya.

4. Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) wajib mendapat izin dari Pemerintah berdasarkan rekomendasi dari
pemerintah daerah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 50

Ketentuan mengenai pengusahaan sumber daya air diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR (BAG_ 3)

BAB III
KONSERVASI SUMBER DAYA AIR

Pasal 20

1. Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan
keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.

2. Konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air,
serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan
mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada
setiap wilayah sungai.

3. Ketentuan tentang konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menjadi salah satu acuan dalam perencanaan tata ruang.

Pasal 21

1. Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan
melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap
kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk
kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia.
2. Perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui:
  a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah
tangkapan air;
  b. pengendalian pemanfaatan sumber air;
  c. pengisian air pada sumber air;
  d. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
  e. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
  f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
  g. pengaturan daerah sempadan sumber air;
  h. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
  i. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan
pelestarian alam.

3. Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan.

4. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif
dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya.

5. Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 22

1. Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air
atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.

2. Pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara :
   a. menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan
pada waktu diperlukan;
  b. menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau
  c. mengendalikan penggunaan air tanah.

3. Ketentuan mengenai pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 23

1. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan untuk
mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada
pada sumber-sumber air.

2. Pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber
daya air.

3. Pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber
air dan prasarana sumber daya air.

4. Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 24

Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya
pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air.

Pasal 25

1. Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa,
cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai.

2. Pengaturan konservasi sumber daya air yang berada di dalam kawasan
suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai
diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

3. Ketentuan mengenai pelaksanaan konservasi sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR (BAG_2)

BAB II
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 13
1.Wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

2.Presiden menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Sumber Daya Air Nasional.

3.Penetapan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas
kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara,
dan wilayah sungai strategis nasional.

4.Penetapan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota, cekungan air tanah
lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas provinsi, dan cekungan air
tanah lintas negara.

5.Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara penetapan wilayah sungai dan
cekungan air tanah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 14
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi:

  a. menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;
  b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
  c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
  d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai
strategis nasional;
  e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
  f. mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
  g. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas
penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada
cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;
  h. membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air
wilayah sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai
strategis nasional;
  i. memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengelolaan
sumber daya air;
  j. menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber
daya air;
  k. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah
sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; dan
  l. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Pasal 15
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:

  a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan
kepentingan provinsi sekitarnya;
  b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota;
  c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi
sekitarnya;
  d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota;
  e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
  f. mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;
  g. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas
penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air
tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;
  h. membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
  i. memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam
pengelolaan sumber daya air;
  j. membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi
kebutuhan pokok masyarakat atas air;
  k. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
dan
  l. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah kabupaten/kota.

Pasal 16
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota meliputi :

  a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan
pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
  b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota;
  c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
  d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota;
  e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam
satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota
sekitarnya;
  f. mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya
air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
  g. membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
  h. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat
di wilayahnya; dan
  i. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota.

Pasal 17
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa atau yang disebut dengan
nama lain meliputi:

  a. mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan
oleh masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan
mempertimbangkan asas kemanfaatan umum;
  b. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya;
  c. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air
sesuai dengan ketersediaan air yang ada; dan
  d. memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan
sumber daya air di wilayahnya.

Pasal 18

Sebagian wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat diselenggarakan oleh pemerintah
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

1.Dalam hal pemerintah daerah belum dapat melaksanakan sebagian
wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16,
pemerintah daerah dapat menyerahkan wewenang tersebut kepada
pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air oleh
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16
wajib diambil oleh pemerintah di atasnya dalam hal:

  a. pemerintah daerah tidak melaksanakan sebagian wewenang
pengelolaan sumber daya air sehingga dapat membahayakan
kepentingan umum; dan/atau
  b. adanya sengketa antarprovinsi atau antarkabupaten/kota.

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR (BAG_ I)

UNDANG-UNDANG TENTANG SUMBER DAYA AIR.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.

2. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,
air hujan, dan air laut yang berada di darat.

3. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.

4. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah.

5. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.

6. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada
sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi
kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya.

7. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi
sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya
rusak air.

8. Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.

9. Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara
menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan
pengelolaan sumber daya air.

10. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang
luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km^2.

11. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan.

12. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

13. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau
mengusahakan air untuk berbagai keperluan.

14. Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air.

15. Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air.

16. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah
otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah.

17. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta
para menteri.

18. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan
datang.

19. Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber
daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.

20. Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang
disebabkan oleh daya rusak air.

21. Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan.

22. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan
yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka
mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air.

23. Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan
air dan sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber
daya air.

24. Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana
sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber
air dan prasarana sumber daya air.

25. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain
yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung
maupun tidak langsung.

26. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pengelolaan sumber daya air.


Pasal 2
Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan,
kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas.

Pasal 3
Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan
lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air
yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 4
Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang
diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.

Pasal 5
Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan
produktif.

Pasal 6
1.Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
2.Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap
mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa
dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
peraturan perundang-undangan.
3.Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan
telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat.
4.Atas dasar penguasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan hak guna air.

Pasal 7
1.Hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) berupa hak
guna pakai air dan hak guna usaha air.
2.Hak guna air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disewakan
atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya.

Pasal 8
1.Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di
dalam sistem irigasi.
2.Hak guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan izin
apabila:
  a. cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami
sumber air;
  b. ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah
besar; atau
  c. digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.
3.Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.
4.Hak guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak untuk
mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang
berbatasan dengan tanahnya.

Pasal 9
1.Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha
dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
2.Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah orang lain
berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
3.Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa kesepakatan
ganti kerugian atau kompensasi.

Pasal 10
Ketentuan mengenai hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal
8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 11
1.Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat
dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air.
2.Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air
permukaan dan air tanah.
3.Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha
seluas-luasnya.
4.Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan
antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.
5.Ketentuan mengenai penyusunan pola pengelolaan sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 12
1.Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah sungai.
2.Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah.
3.Ketentuan mengenai pengelolaan air permukaan dan pengelolaan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons