Senin, 03 Oktober 2011

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR (BAG_5)

BAB V
PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

Pasal 51

1. Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup
upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.


2. Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian
daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola
pengelolaan sumber daya air.


3. Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat.


4. Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta pengelola sumber
daya air wilayah sungai dan masyarakat.

Pasal 52


Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya daya rusak air.

Pasal 53

1. Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan baik
melalui kegiatan fisik dan/atau nonfisik maupun melalui penyeimbangan hulu
dan hilir wilayah sungai.



2. Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih diutamakan pada
kegiatan nonfisik.


3. Pilihan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh
pengelola sumber daya air yang bersangkutan.


4.Ketentuan mengenai pencegahan kerusakan dan bencana akibat daya rusak
air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 54



1. Penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(1) dilakukan dengan mitigasi bencana.


2. Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
terpadu oleh instansi terkait dan masyarakat melalui suatu badan koordinasi
penanggulangan bencana pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota.


3.Ketentuan mengenai penanggulangan kerusakan dan bencana akibat daya
rusak air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 55



1. Penanggulangan bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional
menjadi tanggung jawab Pemerintah.
2. Bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional ditetapkan dengan
keputusan presiden.

Pasal 56



Dalam keadaan yang membahayakan, gubernur dan/atau bupati/walikota
berwenang mengambil tindakan darurat guna keperluan penanggulangan daya
rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1).

Pasal 57

1. Pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup dan sistem
prasarana sumber daya air.


2. Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab
Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, dan masyarakat.


3. Ketentuan mengenai pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



Pasal 58

1. Pengendalian daya rusak air dilakukan pada sungai, danau, waduk dan/atau
bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air hujan, dan air laut
yang berada di darat.


2. Ketentuan mengenai pengendalian daya rusak air pada sungai, danau,
waduk dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air
hujan, dan air laut yang berada di darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB VI
PERENCANAAN

Pasal 59

1. Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk menghasilkan
rencana yang berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.



2. Perencanaan pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasar-kan asas
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.



3. Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan pola
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.


4. Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu unsur dalam
penyusunan, peninjauan kembali, dan/atau penyempur-naan rencana tata
ruang wilayah.

Pasal 60

1. Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur
dan persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar
perencanaan yang berlaku secara nasional yang mencakup inventarisasi
sumber daya air, penyusunan, dan penetapan rencana pengelolaan sumber
daya air.


2. Ketentuan mengenai prosedur dan persyaratan perencanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 61

1. Inventarisasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(1) dilakukan pada setiap wilayah sungai di seluruh wilayah Indonesia.


2. Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
terkoordinasi pada setiap wilayah sungai oleh pengelola sumber daya air
yang bersangkutan.


3. Pelaksanaan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan oleh pihak lain berdasarkan ketentuan dan tata cara yang
ditetapkan.


4. Pengelola sumber daya air wajib memelihara hasil inventarisasi dan
memperbaharui data sesuai dengan perkembangan keadaan.


5. Ketentuan mengenai inventarisasi sumber daya air diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

Pasal 62

1. Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (3) pada setiap wilayah sungai dilaksanakan secara
terkoordinasi oleh instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya
dengan mengikutsertakan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber
daya air.


2. Instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya mengumumkan
secara terbuka rancangan rencana pengelolaan sumber daya air kepada masyarakat.

4. Masyarakat berhak menyatakan keberatan terhadap rancangan rencana
pengelolaan sumber daya air yang sudah diumumkan dalam jangka waktu
tertentu sesuai dengan kondisi setempat.


5. Instansi yang berwenang dapat melakukan peninjauan kembali terhadap
rancangan rencana pengelolaan sumber daya air atas keberatan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


6. Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air ditetapkan oleh instansi
yang berwenang untuk menjadi rencana pengelolaan sumber daya air.


7. Rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dirinci ke
dalam program yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air oleh
instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat.


8. Ketentuan mengenai perencanaan pengelolaan sumber daya air diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB VII
PELAKSANAAN KONSTRUKSI, OPERASI DAN PEMELIHARAAN

Pasal 63

1. Pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dilakukan berdasarkan
norma, standar, pedoman, dan manual dengan memanfaatkan teknologi dan
sumber daya lokal serta mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan
keberlanjutan fungsi ekologis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


2. Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan pelaksanaan
konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma,
standar, pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


3. Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan pelaksanaan
konstruksi pada sumber air wajib memperoleh izin dari Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.



4. Pelaksanaan konstruksi prasarana dan sarana sumber daya air di atas tanah
pihak lain dilaksanakan setelah proses ganti kerugian dan/atau kompensasi
kepada pihak yang berhak diselesaikan sesuai dengan peraturan perundangundangan.


5. Ketentuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.

Pasal 64

1. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air terdiri atas
pemeliharaan sumber air serta operasi dan pemeliharaan prasarana sumber
daya air.


2. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi untuk
menjamin kelestarian fungsi dan manfaat sumber daya air.


3. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, atau pengelola sumber daya air sesuai
dengan kewenangannya.


4. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air yang
dibangun oleh badan usaha, kelompok masyarakat, atau perseorangan
menjadi tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang membangun.


5. Masyarakat ikut berperan dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi ditetapkan:

  a. pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan
sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya,
  b. pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier
menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat petani pemakai air.

6. Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air.


7. Ketentuan mengenai operasi dan pemeliharaan sumber daya air diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB VIII
SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR


Pasal 65

1. Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan pemerintah
daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi sumber daya air sesuai dengan kewenangannya.


2. Informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
informasi mengenai kondisi hidrologis, hidrome-teorologis, hidrogeologis,
kebijakan sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber
daya air, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan
sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air.

Pasal 66

1. Sistem informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
ayat (1) merupakan jaringan informasi sumber daya air yang tersebar dan
dikelola oleh berbagai institusi.


2. Jaringan informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang
sumber daya air.


3. Pemerintah dan pemerintah daerah dapat membentuk unit pelaksana teknis
untuk menyelenggarakan kegiatan sistem informasi sumber daya air.

Pasal 67


1. Pemerintah dan pemerintah daerah serta pengelola sumber daya air, sesuai
dengan kewenangannya, menyediakan informasi sumber daya air bagi
semua pihak yang berkepentingan dalam bidang sumber daya air.


2. Untuk melaksanakan kegiatan penyediaan informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), seluruh instansi Pemerintah, pemerintah daerah, badan
hukum, organisasi, dan lembaga serta perseorangan yang melaksanakan
kegiatan berkaitan dengan sumber daya air menyampaikan laporan hasil
kegiatannya kepada instansi Pemerintah dan pemerintah daerah yang
bertanggung jawab di bidang sumber daya air.


3. Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, badan hukum,
organisasi, lembaga dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) bertanggung jawab menjamin keakuratan, kebenaran, dan
ketepatan waktu atas informasi yang disampaikan.

Pasal 68


1. Untuk mendukung pengelolaan sistem informasi sumber daya air diperlukan
pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-teorologi, dan hidrogeologi
wilayah sungai pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.


2. Kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-teorologi, dan
hidrogeologi ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan usul Dewan Sumber
Daya Air Nasional.


3. Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan pengelola sumber daya air sesuai dengan
kewenangannya.


4. Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui kerja sama
dengan pihak lain.

Pasal 69


Ketentuan mengenai sistem informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68 diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons